Simpati pada Level Selanjutnya

Dari sebelum tahun 2023 dimulai, banyak orang memprediksi akan terjadi resesi ekonomi di tahun ini. Resesi ini, untungnya menurut kementerian ekonomi di Indonesia, tidak terlalu memberikan dampak besar bagi negara kita. Namun, kalau kita melihat bagaimana kondisi ekonomi di berbagai negara lain, angka putus kerja, harga barang kebutuhan pokok, serta harga bahan bakar kendaraan terus membubung dengan pasti.

Kita semua pasti masih ingat ketika di awal tahun 2021 harga minyak goreng menjadi mahal dan jumlahnya pun di pasaran sangat menurun. Tidak hanya pedagang di pasar, ibu-ibu di rumah pun kelabakan. Banyak orang menduga kalau sudah saatnya makanan Indonesia beralih tren kepada makanan kukusan atau yang tidak memakai banyak minyak. Saya mendukung dugaan ini sebenarnya. Akan tetapi, sepertinya mengganti minyak goreng dengan yang lain tidak semudah membalikkan telapak tangan.

Saya yang berada di Jepang, mengira kenaikan harga minyak goreng tidak akan terlalu berarti di sini. Perkiraan saya berhenti sampai pada suatu hari di awal tahun ini. Oh my God! Harga minyak menjadi dua kali lipat dari semula. Wah, ternyata diet suami tahun kemarin punya manfaat kepada keluarga kami: lumayan terlatih tidak menggunakan terlalu banyak minyak goreng.

Takdir menambahkan, ayam-ayam di Jepang sedang diserang oleh virus influenza burung. Hal ini membuat produksi telur pun menipis. Padahal, harga telur sudah naik sedikit-sedikit sejak tahun kemarin karena harga pakannya juga naik. Saya menjumpai harga telur bertambah mahal sampai sekitar dua kali lipat dibanding tahun lalu. Banyak supermarket membatasi jumlah pembelian telur –hanya boleh membeli satu pak per pembeli–. 

Sebagai orang dewasa dengan beban tagihan macam-macam, saya pun penasaran penyebab resesi yang mulai terasa memberatkan ini. Oleh karena itu, saya mencoba belajar dari sebuah tayangan Youtube yang disajikan oleh NHK, televisi nasional Jepang. Ini nih salah satu yang saya suka dari NHK: menyajikan informasi yang mudah dimengerti semua kalangan, tetapi mendatangkan ahlinya langsung.

[おはよう日本] 2023年も“値上げラッシュ” …いつまで続く?解決策は?物価高のスペシャリストが解説 | NHK

Dari tayangan NHK tersebut, saya bisa mengerti bahwa kenaikan harga minyak dunia diakselerasi oleh perang antara Ukraina dan Rusia. Ternyata, Ukraina adalah penyumbang bahan baku minyak sayur yang lumayan besar. Perang menyebabkan Ukraina tidak bisa diandalkan untuk dijadikan negara asal impor. Negara lain bagaimana? Kanada ternyata mengalami musim yang sangat tidak mendukung sehingga komoditas bahan minyak sayur dari sini juga menurun.

Tunggu, perang antara Ukraina dan Rusia hanyalah akselerator? Jadi, penyebab asalnya apa?

Jawabannya adalah, perubahan perilaku manusia di hampir seluruh penjuru bumi, Saudara-saudara. Banyak orang bekerja dari rumah. Selain itu, banyak perusahaan membatasi jumlah karyawan yang bisa datang ke tempat bekerja. Hal itu membuat jumlah produksi berbagai barang kebutuhan menjadi bertambah kecil angkanya. Akan tetapi, karena manusia tetap perlu untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, jumlah permintaan akan banyak barang kebutuhan itu tetap tinggi. Akibatnya, selaras dengan hukum ekonomi, harga barang naik.

Mengalami semua hal ini lumayan berat, ya! Kalau negara itu diibaratkan seperti satu orang manusia, mungkin banyak orang agak sikut-sikutan supaya bisa makan.

Banyak orang seakan masih sesak napas menghadapi tantangan ekonomi setiap hari. Ada juga yang was-was karena khawatir “surat putus cinta” dari atasan tiba-tiba datang. 

Di dalam keseriusan detak ekonomi yang masih mendebarkan, hal yang tidak disangka-sangka datang. Pada bulan November tahun lalu, gempa di Cianjur merenggut ratusan korban jiwa. Simpati tidak hanya datang dari dalam negeri, dari luar negeri pun banyak kepala negara menyampaikan rasa duka dan setia kawannya. 

Belum larut kesedihan itu, di awal bulan Februari, gempa di Turki dan Suriah tiba-tiba menunjukkan kedahsyatannya. Saya sangat kaget waktu tahu kalau jumlah korbannya mencapai puluhan ribu orang. Katanya, memang gempa kali ini sangat kuat, magnitudonya mencapai angka sembilan. Guncangan seperti apa skala sembilan itu? Saya melihat di banyak tayangan, gedung apartemen tinggi dengan seketika ambruk bagaikan mainan Lego yang diterjang anak-anak di rumah.

Hmm, saya yakin kita patut menyisakan waktu untuk memikirkan segala sesuatu yang terjadi di dunia ini dalam keheningan. Walaupun masing-masing negara di dunia sedang sedikit tercekik oleh banyak tuntutan, hampir semua menyisihkan kepedulian untuk yang terdampak gempa di Turki dan Suriah. Tidak terkecuali republik kita yang kita bisa banggakan, banyak sekali pemimpin dunia yang mengirimkan bantuan berupa makanan, tempat tinggal sementara dan perlengkapannya, tim medis, tim relawan penolong, dan lain sebagainya.

Bencana alam bisa jadi adalah cara Tuhan untuk mengingatkan kita bahwa kita tetaplah manusia. Kita punya rasa dan punya hati, seperti lagu tentang roker yang populer dulu itu. Karakter dasar yang pasti dimiliki setiap insan, simpati, ternyata masih sangat bisa dinanti di masa kini. Justru saat dilanda kesulitanlah rasa simpati akan semakan terlihat artinya. Rasa ini naik level lebih dari biasanya.

Merenungi Arti Bencana

Dari masa ke masa, kejadian luar biasa yang terjadi di alam akan selalu dikenang oleh manusia. Misalnya, kejadian banjir bandang yang konon membuat tidak seorang pun selamat, kecuali yang naik kapal Nabi Nuh a.s.. Kisah itu diberitakan dari nenek moyang, lalu turun-temurun kepada generasi selanjutnya. Kita semua tahu, ketragisan hari-hari itu terekam pada riwayat yang disampaikan oleh banyak agama di muka bumi. 

Hal yang sama juga bisa kita pahami dari kisah-kisah umat terdahulu yang tidak mematuhi ajakan para nabi dan rasul. Umat-umat seperti itu mendapatkan hukuman berupa gempa bumi, petir yang jatuh dengan sangat dahsyat, angin yang luar biasa kencang, dan lain sebagainya.

Di sisi lain, di Al-Quran ada juga sebuah riwayat tentang Nabi Yunus a.s. yang sedikit berbeda. Umat Nabi Yunus a.s. beruntung karena masih sempat tersadar akan ajakan nabinya untuk mengagungkan Tuhan yang sebenarnya. Di saat awan gelap bergelantungan di langit dan sesuatu yang mengerikan sudah siap menghantam, mereka menyerah dan kembali mengingat pesan sang Nabi. Bencana di depan mata diurungkan oleh Sang Pencipta.

Begitulah, karena kejadian bencana sering kali terjadi di luar kendali manusia, kesadaran bahwa ada yang lebih hebat yang mengatur semua ini selalu muncul di hati nurani kita. Saya rasa, memang itu sifat dasar manusia. Malapetaka yang terjadi di alam, apalagi yang meninggalkan duka yang dalam, akan membuat kita terhenyak. Kemudian, sisa lara mengingatkan kita kepada arti dari kenahasan yang baru saja berlalu.

Akan tetapi, jangan salah, kadang ada bisikan jahat di dalam hati kita. Kalau suatu kesengsaraan karena bencana alam tidak sedang menimpa diri sendiri, kita bisa saja malah menjadi seorang yang sombong. Kok bisa?

Pantas saja mereka diazab oleh Tuhan! Kelakuan mereka sangat bobrok!

Karena banyak penyelewengan hak yang lemah, tidak heran kalau gempa sampai membuat bumi menghimpit orang-orang di sana!

Jawabannya, karena kata-kata seperti itu yang muncul di dalam pikiran, lalu kita imani. Ucapan seperti itu, apabila didengar oleh yang mengalami musibah, akan terasa sangat menyakitkan. Bukannya membantu untuk meringankan beban, kita malah sibuk memberikan penghakiman. Padahal, penghakiman apakah musibah itu adalah azab Tuhan hanya bisa dilakukan oleh Pemberi Azab itu sendiri, bukan kita.

Coba kita renungkan bencana-bencana yang terjadi akhir-akhir ini. Ada lebih dari 3000 bencana terjadi di Indonesia yang dicatat oleh Badan Nasional Penanggulangan Bencana. Bencana di luar negeri pun tidak kalah runyam. Tragedi gempa di Turki dan Syiria yang terjadi pada bulan Februari tahun ini, banjir di Malaysia, Thailand, dan beberapa negara lagi susul-menyusul menghampiri lini masa media yang kita baca.

Mungkin kemalangan itu memang adalah azab karena ada kejahatan besar yang dilakukan beberapa dari manusia yang diterpa. Namun, ada anak-anak, manusia renta yang lemah, guru-guru yang terus bekerja demi kemajuan ilmu dan budaya di antara para korban. Mengapa Tuhan tega memberikan azab kepada mereka pula?

Sebagai manusia beragama, lamunan kita harus selalu berujung kepada kesimpulan yang didasari ketundukan kepada Tuhan. Sang Mahabijaksana akan menentukan segala sesuatu dengan kadar yang tepat. Tidak ada siapa pun yang menandingi ketelitian-Nya dalam menghitung semua amal manusia.

Selayaknya kisah Nabi Nuh a.s. yang kaumnya mendapatkan bencana yang membinasakan, ternyata kita tidak bisa serta merta menyebut semua yang mengalaminya mendapatkan azab. Orang-orang yang tenggelam, termasuk seorang keturunan dari Nabi Nuh a.s. sendiri, kita pelajari termasuk ke dalam mereka yang ditimpa azab. Meskipun begitu, sang Nabi juga mengalami kepiluan yang mendalam. Allah Swt. menyebutkan bahwa anak itu bukanlah lagi termasuk keluarganya. Titah penuh kepedihan itu, bagi Nabi Nuh a.s., adalah sebuah ujian keimanan. Seperti itu, kejadian yang sama bisa menjadi azab bagi seseorang, tetapi juga bisa menjadi cobaan bagi orang yang lain.

Mungkin suatu musibah juga datang karena kesalahan-kesalahan kita di masa lalu, sebagaimana sampah yang kita buang semena-mena di tempat yang tidak seharusnya. Oleh karena itu, menyaksikan peringatan dari alam harus membuat kita waspada, bisa saja kemudian kita yang mengalami. Saya pikir, menuduh bahwa suatu bencana adalah azab hanya boleh dilakukan oleh-Nya di dalam kitab suci. Yang harus kita lakukan adalah mengoreksi diri dan ikut menjadi solusi bagi orang-orang yang sedang menderita.

Sebuah Ingatan Masa Kecil

Allah Swt. menciptakan dunia sedemikian rupa sehingga kita bisa melihat tanda-tanda kekuasaan-Nya. Hukum-hukum fisika, teori-teori dan rumus kimia, juga segala jenis makhluk hidup maupun virus, pasti akan membuat manusia yang benar-benar berpikir terkesima. Semua ada untuk bisa mendukung manusia mengenal Tuhannya.

Suatu hari, waktu aku masih di usia sekolah dasar, aku pergi ke rumah seorang teman. Rumah temanku ini agak jauh. Aku harus berjalan ke utara dari rumahku, melewati jalan yang berdekatan dengan daerah pemakaman, menyusuri lintasan tanah yang sedikit berliku, menyeberang sungai dengan jembatan sempit selebar satu meter, dan sedikit melalui perkampungan.

Dia ini memang sahabat baikku. Aku lupa apa yang aku asyik mainkan bersamanya. Di sana ada juga seorang sepupunya yang aku juga kenal.

Kegiatan kami membuat kami lupa akan waktu. Sampai kemudian, gemuruh petir terdengar dari kejauhan. Tidak lama kemudian, kilat pun datang. Lalu, gemuruh petir kian menggelegar. Kami tertegun.

Anak-anak sekolah dasar seperti kami ini bukan yang sudah mengerti kalau kecepatan cahaya lebih tinggi dari kecepatan suara. Walaupun begitu, memang kami rasakan beberapa kali cahaya kilat datang lebih dulu beberapa detik sebelum suara-suara seram itu terdengar lagi. Namun, yang membuat aku dan kedua temanku khawatir bukanlah petir dan kilat yang seakan menghantui. Lalu, apa? Kami bertiga tahu, aku adalah satu-satunya orang yang akan dimarahi orang rumah kalau tidak segera pulang, padahal kondisi langit sudah mulai gelap karena awan yang tebal.

Hujan turun rintik-rintik ketika kami sudah menyelesaikan permainan. Dasar mereka ini adalah teman setia, kegundahan di wajahku ketika membayangkan rute pulang melewati semua tantangan sepertinya tampak jelas mereka baca. Aku tidak membawa payung pula.

Dengan tanpa pikir panjang, mereka mengambil sebuah payung yang cukup besar untuk dipakai tiga orang bocah berusia sekitar tujuh tahunan. Kami bersepakat, satu orang berjalan sendirian mungkin bisa celaka di tengah jalan. Akan tetapi, kalau bertiga, setan yang menghalangi pun tidak akan kami acuhkan. Baik, dengan formasi aku, temanku, sepupu temanku, kami memegang payung bersama menerjang hujan.

Setelah menyeberang sungai, tanpa berdiskusi pun, kami tahu kalau lintasan tanah berliku sangat licin setelah ditimpa air hujan yang sedikit bertambah deras begini. Kami memutuskan untuk melewati tanah lapang, lalu berjalan memotong tengahnya sehingga bisa langsung sampai daerah pemakaman. Rute ini sudah dipelajari siapa pun, terutama anak sekolah kami yang terkadang menghabiskan jam pelajaran olahraga di tanah lapang itu.

Oke, dengan berhati-hati dan pelan-pelan, kami menapakkan sandal selangkah demi selangkah. Kami merasakan intensitas air semakin melimpah. Petir dan kilat pun bertambah sering. Entah kegelisahan apa saja yang sedang menyeruak di dalam kepala kami. Kami bersusah payah untuk segera menyelesaikan perjalanan ini.

Namun …, saat itulah satu pengalaman mendebarkan dan penuh keajaiban terjadi.

Duar … duar … duarrr!

Sebuah petir, Kawan! Sebuah pecutan listrik jatuh pada jarak tidak sampai 3 meter di depan mata kepala kami. Suhu sekitar tidak sedingin salju, tetapi kami diam membeku. Biarpun pegangan kami di payung tidak lepas, kami sempat terperangah selama beberapa saat, tidak tahu reaksi apa yang harus dilakukan.

Belum sempat kami berpikir panjang, insting kami bertindak lebih gesit. Kaki-kaki kami harus kami paksa bersegera. Daerah jalan di samping pemakaman kami lalui seperti sedang menjadi mangsa.

Aku sadar diri. Teman-temanku bisa menghadapi bahaya kalau terus menemaniku dan tidak segera berbalik pulang. Aku putuskan untuk berhujan-hujan dan menyuruh mereka segera kembali ke arah rumahnya.

Kalau kuingat-ingat lagi sekarang, hari itu terasa seperti mimpi. Bagaimana mungkin petir yang aku kira akan lebih suka jatuh di sesuatu yang menonjol seperti ujung payung, malah jatuh terpeleset pada rumput di depan sana. Setiap kali aku membayangkan kejadiannya lagi, aku merasa diingatkan. Oleh Tuhan, aku ini sangat disayang. Mungkin itu adalah bagian dari doa-doa orang tua dan guru kami. Mungkin memang harus ini yang kami alami supaya tidak sampai banyak punya penyakit hati di kemudian hari.

Novel Favorit: Laskar Pelangi

Dari banyak novel yang saya baca, novel yang sampai sekarang paling saya suka adalah yang ditulis oleh Andrea Hirata dengan judul “Laskar Pelangi”. Mungkin orang lain bisa punya alasan berbeda kenapa mereka suka dengan hasil karya ini. Namun, saya mau mencoba mengulas apa yang membuat saya bisa membacanya berulang kali dan selalu tertawa pada bagian-bagian tulisan yang sama.

Buku bacaan yang saya suka baca sebelum akhirnya sampai pada buku ini, biasanya seputar bacaan novel fantasi, atau tulisan non-fiksi komedi seperti yang dibuat oleh Raditya Dika. Kalau saya harus membaca novel serius, mungkin itu karena tugas sekolah yang diberikan guru. Intinya adalah, saya adalah fan dari bacaan-bacaan yang bisa menghibur, baik yang menegangkan maupun yang membuat tertawa.

Nah, karya Andrea Hirata yang ini sepertinya menyatukan genre-genre yang saya minati. Ada sedikit fantasi di situ, tetapi candaan-candaan renyah juga disatukan dengan budaya dan kebiasaan suku bangsa di Indonesia. Saya bisa memahami perasaan ibu dari tokoh utama yang kekeh ingin melahirkan anak perempuan karena bujang-bujangnya seakan semua bertingkah kacau. Di sisi lain, rasa kesenjangan ekonomi di antara masyarakat dengan level ekonomi berbeda atau dengan jenis suku yang berbeda sangat apik digambarkan.

Laskar Pelangi menunjukkan sebuah jalan perubahan hidup bagi Sang Tokoh Utama. Karena inilah, novel ini juga memberikan inspirasi bagi banyak orang, termasuk saya. Suatu hari, saya sempat terpikir untuk menuliskan cerita yang sedikit pernah saya alami menjadi sebuah novel berkat membaca tulisan-tulisan di sini. Walaupun begitu, saya tahu diri juga kalau kemampuan membuat outline saja masih tingkat pemula. Akan tetapi, sebegitunya karya ini memang bisa mempengaruhi kehidupan manusia lain. Seperti saya yang jadi membayangkan, bagaimana kalau saya ada di posisi seseorang di dalam ceritanya, mungkin orang lain juga pernah berpikir hal yang sama.

Faktor X

Faktor x apa yang sebenarnya membuat ketiga buah hatiku kadang terlihat lucu dan menggemaskan, tetapi kadang juga terlihat sangat menyebalkan?

Lupa ingatan aku menerawang apa jawabannya. Padahal, aku bertemu mereka setiap hari. Jangan-jangan karena aku bertemu mereka setiap hari itulah, kadang aku bosan.

Kata seorang influencer dari Jepang yang aku ikuti di Instagram, orang yang kita cintai semacam makanan favorit. Kita suka sekali menikmati makanan itu. Namun, ceritanya akan lain kalau kita harus memakannya setiap hari. Apa yang terjadi? Ada kemungkinan kita akan enek dan tidak berselera lagi.

Aku pikir ada benarnya juga perumpamaan itu. Aku menyayangi mereka bukan karena ada pilihan untuk tidak mencintai mereka. Mereka adalah manusia-manusia yang keluar dari perutku. Menyukai mereka adalah keniscayaan karena mereka seperti perpanjangan eksistensiku.

Akan tetapi, anak-anak kesayangan itu juga setiap hari menjadi inspirasiku. Aku bisa menuliskan kata-kata sebanyak apa pun untuk mendeskripsikan ciri-ciri mereka, kebiasaan baik dan buruk mereka, kata-kata lucu yang mereka ungkapkan, tiruan apa saja yang mereka dapatkan dari teman dan tontonan, dan banyak hal lain.

Gadis dan Bujangku, mereka yang membuat aku merasa berguna walaupun hanya dengan merebus air. Nanti air itu bisa memberi kehangatan untuk badan-badan kecil itu. Mereka juga memberikanku rasa tenang walaupun hanya dengan mengelus kepala-kepala mungil itu sebelum tidur. Hidupku berubah semakin baik setiap kali satu di antara mereka lahir.

Wah, tetapi jangan pikir semuanya indah. Seperti yang kukatakan di awal, kadang anak-anakku menyebalkan. Mereka bersikukuh ingin makan sendiri. Namun, sedetik kemudian makanan itu terbang karena Si Bungsu melempar. Mereka bilang pasti akan bangun pagi. Namun, tidak satu pun di antara mereka yang segera meletakkan kepala di bantal. Setiap hari, mandi dan gosok gigi akan menjadi momentum penuh perjuangan.

Aku sebal karena selalu dikalahkan oleh perasaan sayang. Aku geregetan karena tunduk kepada janji Allah yang akan memberikan ganjaran besar kepada Ibu yang dermawan. Ya, sudah! Tidak mengapa! Pada akhirnya, aku senang dengan mereka.

Semoga saat-saat menerawang seperti sekarang ini menjadi waktu penting untukku menjadi lebih bijaksana dalam memahami hikmah keberadaan mereka. Semoga mereka menjadi manusia yang jauh lebih baik dan lebih disayang Sang Pencipta daripada ibunya. 

Di mana pun kelak mereka ditakdirkan untuk berada, semoga mereka selalu menemukan jalan baik yang dicontohkan oleh orang-orang yang bertakwa. Semoga juga sedikit pemberianku membuat mereka selalu ingat kepada Yang Mahakuasa. Semoga ada kerelaan di hati mereka untuk mendoakan ibu bapaknya.

Faktor x, walaupun aku sering tidak paham itu apa. Menerawangmu sering memberikan lentera cahaya di hatiku, dan aku yakin juga di hati pembaca.

Mengenang Bencana 12 Tahun yang Lalu

Setiap tanggal 11 Maret, masyarakat Jepang mengenang sebuah duka. Pada hari ini dua belas tahun yang lalu, gempa bermagnitudo 9 SR datang menggertak belahan timur laut Jepang. Daerah-daerah sepanjang pesisir Tohoku hingga Tokyo bergoncang kencang, bahkan gempa susulan pun masih datang setelahnya. Yang membuat semua mata semakin terbelalak adalah, datangnya tsunami pada sebagian besar wilayah Tohoku yang menghadap ke samudera Pasifik. Siang itu, menjelang pukul 3 sore, tidak hanya bangunan-bangunan, tetapi hati-hati manusia terhempas. Ombak setinggi lebih dari 9 meter menerpa apapun yang dilewatinya.

Setiap hari ini pun, aku ingat sedang berada di kantor imigrasi untuk memperpanjang izin tinggalku sebagai pelajar. Aku yang di Fukuoka dengan santainya mulai mencoba bercuit di media sosial Twitter yang baru kucoba hari itu. Baru kusadari bahwa sebuah kejadian luar biasa terjadi ketika sampai di rumah. Semua tayangan televisi berganti tayangan menjadi laporan berita tentang musibah besar itu. Sampai sekitar 1 bulan, hanya ini yang ada di layar kaca. Semua berkabung, tidak ada yang sanggup mengutarakan kegembiraan di tengah kekacauan dan kekalutan sanak saudara yang mengalami luka dan kehilangan orang tercinta.

Kehidupan bergulir. Orang-orang yang tinggal di tempat pengungsian, kemudian pindah ke perumahan sementara. Lalu, sekarang mereka mulai menempati rumah-rumah barunya walau perlahan. Hasil budidaya buah, sayur, ikan, dan daging dari sana pun sudah bisa dinikmati lagi setelah dulu sempat dilarang untuk diperjualbelikan karena terkena dampak bocornya pembangkit listrik tenaga nuklir.

Dua belas tahun berlalu. Aku masih di Fukuoka. Aku ingin turut mengaminkan doa-doa semuanya. Semoga cerita ini bisa terus dikenang oleh generasi mendatang. Semoga kita bisa selalu mengambil hikmah. Kehidupan memang akan terus mengalir seperti air. Akan tetapi, kehidupan pasti lebih baik dengan wasiat berupa cerita yang luar biasa.

Neil Amstrong dan Kakinya

Pada bulan Juli tahun 1969, tahun kelahiran ibu saya, Neil Amstrong telah memijakkan kakinya untuk pertama kali dengan?

Kamu mungkin akan menjawab dengan seorang temannya yang namanya yang sering ada di Indonesia. Dengan Slamet –berarti selamat–. Jadi, dia mendarat di bulan dengan selamat waktu itu. Mohon maaf, ini maksudnya mau menunjukkan joke bapak-bapak. Mohon maaf atas kegaringan candaan ini. 

Namun, lupakan dulu hal ini karena saya mau memperkenalkan sebuah pengetahuan petit (baca: puchi, berarti kecil) yang berhubungan dengan kejadian ini. Neil Amstrong bilang bahwa pijakan kaki yang juga ia abadikan dengan foto itu, walaupun adalah sebuah langkah kecil bagi seorang manusia, itu adalah sebuah lompatan besar bagi peradaban. Nah, apa kamu tahu kaki mana dulu yang dia pijakkan?

Silakan memperhatikan gambar di bawah dan mencoba untuk menebak kaki sebelah mana itu!

Saya baru terpikir akan kaki yang mana yang ia pijakkan dulu setelah menonton sebuah film yang ditayangkan di Prime Video Amazon. Seorang suami senang memberikan pengetahuan petit dan joke bapak-bapak kepada istrinya. Salah satu joke-nya adalah tentang kaki Neil Amstrong ini. Hal ini sepertinya yang membuat Sang Istri jatuh hati. Suasana ceria selalu hadir di rumah mereka. Akan tetapi, kebahagiaan itu berada di ujung tanduk ketika Sang Istri keguguran dan Sang Suami seakan gagal untuk mengerti kesedihan istrinya. Hubungan mereka menjadi dingin. Kaki Neil Amstrong yang mana yang ia pijakkan terlebih dahulu menjadi tidak penting lagi.

Cerita film ini berkelindan dengan konflik-konflik di antara dua sejoli itu karena masing-masing mulai ragu apakah pasangannya masih mencintai dirinya. Untungnya, cerita berakhir bahagia karena walaupun dengan cara yang konyol bagi orang lain, kekonyolan Sang Istri membuat suaminya paham akan rasa sayang yang masih hadir, juga sebaliknya. Sang Istri berhasil memberikan kode rahasia kepada suaminya ketika Sang Suami lupa teks pidato yang harus ia bawakan. Sang Suami menyelonong masuk ke kantor Sang Istri untuk menyadarkannya bahwa dirinya berharga apapun pekerjaannya. Tindakan-tindakan mereka refleks. Masing-masing tahu dan sadar itulah jawaban paling tepat yang harus diberikan untuk kekasih hati.

Sebagai seorang muslim, saya mungkin secara refleks akan memijakkan kaki kanan saya dulu kalau punya kesempatan seperti yang Neil Amstrong punya. Namun, sayang sekali dia putuskan untuk menggunakan kaki kirinya dulu waktu itu. Dalam cerita rumah tangga di film tadi, mereka beruntung karena kaki Neil Amstrong yang memijakkan salah satu kakinya dulu di bulan kembali mengingatkan masing-masing untuk menerima pasangan apa adanya.